Rabu, 21 Juli 2010

Merusak Lingkungan demi Untung Besar - Di TNGHS dan Sungai Cikaniki Di Kecamatan Nanggung

TAMAN Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) kini tak serimbun dulu. Lahan seluas 2,5 hektare itu kini rusak. Di beberapa tempat, terdapat titik longsor yang membahayakan ekosistem.

Begitu pula Sungai Cikaniki yang mengalir di area itu. Warna airnya tak lagi jernih. Airnya berubah menjadi cokelat, bahkan kehitaman, karena tercampur merkuri dan sianida.

Baik TNGHS maupun Sungai Cikaniki berada di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Di sana, berdiri sebuah perusahaan penambangan emas, PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) Pongkor.

Selama ini, pihak PT Antam membantah sebagai penyebab kerusakan lahan. Setelah diusut lebih jauh, nama gurandil muncul ke permukaan. Curnndil dianggap sebagai biang keladi kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Tidak banyak yang tahu

makna gurandil. Namun, warga sekitar menyebut istilah gurandil adalah sebutan bagi para penambang emas tanpa ian (penambang liar) di area penambangan emas PT Antam, di Desa Bantar Karet, Nanggung, Bogor.

"Kerusakan lahan di taman nasiona] akibat

aktivitas gurandil yang mencari emas di areal kami. Mereka menebang pohon sembarangan, membuat lubang, dan kini mereka memakai sianida, sehingga mencemari sungai," ujar Senior Vice President PT Antam Tbk UBPE Pongkor Wawan Herawan.

Gurandil itu menebang pohon dan menggali lubang setiap hari. Sayangnya, seusai menebang dan menggali lubang, mereka tidak pernah menanam pohon kembali dan menutup galian secara sempurna.

Yang merepotkan, gurandil itu kian bertambah. Jika sebelumnya hanya warga sekitar yang menganggur, kini diikuti warga lain yang beralih profesi, dan berasal dari luar Bogor (Lebak, Banten, dan Sukabumi).

Alasannya, selain bekerja dengan alat sederhana (lampu senter, satu karung, dua alat pahat), profesi gurandil pun menjanjikan.

"Saya pengangguran. Saya tahu risikonya besar, bisa ditangkap bahkan mati. Tapi, bagaimanapun demi kebutuhan hidup. Untungnya pun besar. Dengan membeli lubang Rpl - Rp3 juta per jam kepada pemilik lubang, kami bisa meraup keuntungan RplO juta - Rpl5 juta per bulan," kata Asep, salah seorang gurandil asal Lebak.

(DedeSusianti/S-8)

Sumber:
Media Indonesia, dalam :
http://bataviase.co.id/detailberita-10438958.html
24 Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar