Rabu, 21 Juli 2010

Ciampea, Objek Wisata Lingkungan yang Potensial



Jika bertualang masih menjadi salah satu idaman, namun tuntutan kerja lebih mendesak Ciampea, Bogor bisa jadi pilihan bagi para petualang yang berdomisili di Jabotabek maupun kota-kota lain yang berdekatan. Jarak yang tidak terlalu jauh itu memudahkan kaum urban untuk dapat mengunjungi kawasan ini pada akhir pekan. Ada tiga buah area potensial wisata petualangan yang ada di daerah tersebut. Ada pilihan Sungai Cisadane untuk para pengarung jeram, Gua Gajah untuk para penelusur gua dan tebing Ciampea untuk para peminat panjat tebing.

Guna melayangkan kaki menuju daerah ini patokan pertama adalah kota Bogor. Dari kota Bogor kita bisa langsung menuju ke Ciampea dengan menaiki angkot dari terminal Merdeka. Dengan biaya hanya 1.000 rupiah kita akan langsung diantarkan menuju pasar Ciampea dalam 30 menit perjalanan dari kota Bogor. Agar lebih mudah maka peminat dapat menghubungi para pecinta alam di Jakarta untuk menjadi pemandu. Kawasan berpotensi wisata ini sebetulnya arena mereka berlatih.

Di Ciampea banyak potensi wisata petualangan yang terpendam. Ternyata ragam wisata yang dimaksud sampai sekarang belum dikelola secara serius oleh pemerintah setempat. Tetapi kekurangan ini malah merupakan daya tarik tersendiri buat para kaum petualang.


Naga di Cisadane

Sungai yang berhulu di Gunung Gede ini terentang dengan gradien penurunan rata-rata yang tidak terlalu curam membuat sungai ini sangat layak untuk diarungi. Bulan yang baik untuk mengarungi sungai ini adalah antara November sampai dengan April, karena selain bulan-bulan tersebut debit air yang ada cenderung sangat kecil sehingga membuat pengarungan tidak menarik.

Untuk memasuki sungai ini bisa melalui jembatan Cisadane yang terletak tak jauh dari pasar Ciampea. Di pinggir jalan sebelah kanan ada bangunan tua bekas pabrik pembuatan roti yang pelatarannya bisa digunakan sebagai tempat untuk memompa perahu karet dan mengganti baju. Titipkan saja baju dan perlengkapan yang lain pada pemilik warung di depan bangunan tua tersebut dan kini kita pun siap untuk mengarungi sungai ini.

Lama pengarungan sungai ini berkisar antara satu sampai dua jam. Tetapi itu tergantung pada tempat finish yang kita kehendaki. Bisa berhenti di daerah bernama ‘Pasir’ karena ada bekas ”pabrik” pasir di situ yang dibuat menjadi patokan. Jalur ini berkisar sampai satu jam lamanya. Atau kita memutuskan berhenti di sebuah tempat bernama ‘Negeri di awan’ karena pemandangannya yang indah pada sore hari. Jalur ini bisa di tempuh sampai dua jam lamanya.

Di titik start ini banyak terdapat pengangkut batu yang bekerja mengambil batu dan pasir dari dasar sungai. Tapi kelihatannya mereka sudah terbiasa dengan kedatangan perahu–perahu karet para pengarung sungai, sehingga kita tidak perlu merasa asing di sini. Sungai akan membelok ke sebelah kiri setelah jembatan dan silakan menikmati jeram pertama yang ada persis sebelum kelokan tersebut. Jeram-jeram yang ada di sungai tersebut hingga ke pertemuan Sungai Cianten rata-rata berkelas II dan II+.
Sampai di pertemuan sungai dengan Cianten kita bisa beristirahat. Di situ terdapat flat cukup panjang yang cukup untuk kita berenang-renang dan bermain. Kita juga bisa melihat salah satu sisa peninggalan Raja Mulawarman, yaitu batu tertulis yang tak terbawa oleh dinas museum setempat. Daerah tersebut sangat sejuk karena tertutup oleh rindangnya pepohonan di kiri dan kanan sungai, ditambah suara kemerisik daun bambu membuat irama alam yang ada di sana terasa nyaman.

Setelah pertemuan sungai, badan sungai terlihat lebih melebar sampai 25 meter. Arus juga mulai bertambah cepat membuat adrenalin tambah berlompat. Kira-kira 100 meter setelah pertemuan sungai terdapat jeram yang patut diwaspadai. Jeram ‘Naga’ namanya, berkelas III. Dinamakan ‘Naga’ mungkin karena arus yang tak beraturan di permukaannya, tanpa lidah air yang jelas yang kemungkinan disebabkan letak batuan yang acak di bawah permukaan air.

Patokan yang paling jelas hanya batu menonjol di tengah jeram. Ambil arus yang ke sebelah kanan batu tersebut, karena persis di depan batu tersebut terdapat stopper besar yang siap mengangkat ujung depan perahu. Langsung ambil arah arus yang ke kanan karena di sebelah kiri arus terlihat keras menabrak dinding tebing yang bisa mengakibatkan perahu wrapped.

Selesai melewati jeram ‘Naga’ kita akan dihadang kembali oleh jeram ‘Simanis’ yang berada 200 meter setelahnya. Kita harus potong arus menuju kiri sungai sebelum masuk ke bagian tengah sungai pada bagian pertengahan jeram. Ada sekitar tiga standing waves setinggi satu setengah meter di sini. Jeram ditutup dengan arus menabrak batu yang membuat arus berputar liar di bawah sungai. Usahakan jangan jatuh di sini karena menurut cerita penduduk setempat arus putar yang terdapat di situ mempunyai lubang pada dinding tebing yang bisa membawa kita ke kematian bila kita memasukinya. Tak berapa jauh dari jeram ‘Simanis’ ini terletak finish daerah Pasir.


Gajah di Bukit Ciampea

Penelusuran gua dilakukan di daerah perbukitan kapur Ciampea. Daerah ini juga merupakan pusat latihan TNI AD sehingga jangan kaget bila di samping terdengar bunyi dentum ledakan untuk memecah kapur, juga akan terdengar ledakan meriam untuk latihan para tentara tersebut.

Transportasi menuju ke sana juga tidaklah terlalu sulit. Bila kita naik angkot dari Bogor turunlah di pos polisi sebelum pasar Ciampea. Dari pos polisi kita bisa berjalan menuju puncak bukit yang terlihat menjulang dari pinggir jalan.
Lama perjalanan menuju puncak bukit tempat entrance gua berkisar antara dua sampai tiga jam. Usahakan berjalan pada pagi hari, karena panas matahari di daerah tersebut sangatlah menyengat.

Banyak terdapat satwa monyet di sini sedangkan floranya mulai banyak terdapat kawanan perdu yang akan menyerang ganas bagian tubuh kita yang tak tertutupi. Teruslah berjalan menanjak sampai setengah jam, dan kita akan melihat dinding tebing setinggi tiga meter. Dengan gaya pemanjatan yang tidak terlalu sulit, kita akan sampai di puncak dinding tersebut. Dan di situlah terletak pintu masuk ke gua Gajah.
Disebut gua Gajah, karena konon pada waktu dahulu kala tak jauh dari gua tersebut ditemukan prasasti bertulis peninggalan dari Raja Mulawarman, dan pada prasasti tersebut tergambar kaki seekor gajah.

Mulut gua Gajah tidaklah terlalu lebar. Kedalamannya berkisar 45 meter. Di dasar gua yang berbentuk chamber akan terlihat ruangan seluas gedung bioskop dan banyak terdapat ornamen di dinding-dinding gua di bagian dalamnya.

Gua yang termasuk berumur tua itu menyimpan banyak ornamen indah, seperti stalagmit, stalagtit, collumn (stalagmite dan stalagtite yang telah bersatu), gordijn (endapan kalsit di dinding gua), rhimestone pool (endapan kalsit yang berbentuk tangga) dan banyak lagi yang lain.

Tetapi karena proses pengendapan kalsit yang biasa terjadi di tiap gua sudah tidak terjadi lagi di sini, maka gua ini bisa dibilang gua mati. Ruangan rata-rata di dalam gua ini besar dengan tinggi atap berkisar sampai 20 – 45 meter dan lebar kiri dan kanan sampai 5-8 meter.


Tokek di Tebing Ciampea

Tak jauh dari gua Gajah ternyata ada juga jajaran tebing yang selalu menjadi sasaran tempat latihan para pemanjat tebing dari Ibu Kota. Bila ke gua dari pos polisi Ciampea kita berjalan, untuk menuju tebing kita bisa mengendarai ojek, atau kalau mau berhemat, kita bisa naik angkot pasar yang membawa penduduk sekitar untuk menuju pasar membawa hasil kebunnya pada pagi hari.

Tinggi tebing berkisar antara 10 – 15 meter. Ada banyak jalur pemanjatan terdapat di sini, dari mulai yang berada di sebelah kiri tebing dengan jalur ‘SS’ yang menurut para pemanjat tersebut adalah jalur yang paling mudah untuk dilalui. Di sebelah jalur ‘SS’ ada jalur ‘Kambing’ yang akan cukup menguras tenaga kita.

Kemudian berturut-turut ada jalur ‘Intifadhah’, ‘Bicycle’, dan ‘Tokek’, jalur yang akan mengagetkan kita karena melihat binatang tersebut ada di celah batuan jalur. Serta yang paling ganas adalah jalur ‘One moment in time’ yang khusus dipanjat satu kali bila kita masih punya banyak energi sesampai di sana.

Khusus sebagai catatan tambahan ada dua jalur bernama ‘Taliban’ dan ‘Strawbery’ yang baru dibuat tahun 2001. Ada juga daerah khusus untuk latihan rapelling di sebelah kiri jalur ‘SS’ yang biasa dipakai para pemanjat pemula untuk berlatih. Secara keseluruhan grade (tingkat) jalur pemanjatan yang ada di tebing Ciampea berkisar antara 5.10 – 5.11.

Dari sekian potensi yang ada tersebut, belum ada satu pun yang secara serius digarap oleh pemerintah setempat. Tapi ternyata hal tersebut tidaklah membuat para petualang menjadi terhenti.

Ketidakseriusan penggarapan di satu sisi dan tingginya minat petualangan di sisi lain sering membuat kita melupakan hal ikhwal konservasi lingkungan sekitar. Dengan tetap berpegang pada prinsip ‘Take nothing but picture, Leave nothing but footprint and Waste nothing but time’ saya rasa keseimbangan lingkungan di sekitar daerah wisata tersebut akan tetap terjaga. Sebab apa lagi yang dicari dalam kehidupan ini selain keseimbangan. (Sulung Prasetyo S)


Sumber :
http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2002/074/wis01.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar